Bicara soal bisnis maka kita tidak bisa lari dari pajak.
Kebanyakan keputusan bisnis dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung
oleh pajak. Banyak transaksi bisnis dikenai pajak, banyak keputusan bisnis
dengan mempertimbangkan pajak. Untuk itu sebelum membahas pertimbangan pajak
dalam pengambilan keputusan di manajemen keuangan, saya akan membahas gambaran
umum mengenai perpajakan di Indonesia terlebih dahulu.
Yang harus membayar pajak disebut subjek
pajak. Secara garis besar yang menjadi subjek pajak adalah individu, badan, dan
warisan. Nah, Perseroan Terbatas termasuk subjek pajak berbentuk badan. Oleh karena itu
dalam pembahasan kita mengenai Perseroan Terbatas sebelumnya, PT membayar pajak penghasilan atas namanya sendiri sebagai badan, bukan atas nama pemilik, yang akhirnya menimbulkan pembayaran pajak
dobel bagi investor/pemilik. Pertama, pajak penghasilan yang dikeluarkan atas nama badan. Kedua, ketika
perusahaan membagikan penghasilan (yang sudah dipotong pajak tadi) ke investor
(berupa dividen), maka investor dikenai pajak atas nama individu, sedangkan
penghasilan perusahaan yang dikenakan pajak atas nama badan tadi kan juga
penghasilan investor sebagai pemilik. Negara memang cenderung mencari
pemasukan sebesar-besarnya dan seadil-adilnya dari pajak. Sedangkan perusahaan cenderung berusaha meminimalkan pembayaran
pajak bahkan menghindari pajak. Oleh karena itu, pajak juga sering dibahas di
manajemen keuangan untuk meminimalisir pengeluaran pajak.
***
Kalau kita perhatikan sehari-hari yang dikenai pajak (objek
pajak) itu tidak hanya penghasilan, tapi banyak lainnya. Pajak yang umum
dikenal yaitu:
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan ini seperti yang sudah
kita bahas, dikenakan atas penghasilan baik itu penghasilan dari laba bisnis,
gaji, royalti, sewa, bahkan hadiah dari lotre sekalipun. Jadi, bagi yang sudah
punya penghasilan diwajibkan membayar pajak dengan membuat/dibuatkannya
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) di Direktorat Jendral Pajak di daerah
masing-masing. Seperti yang sudah dibahas, subjek pajak penghasilan bisa
individu bisa badan (misalnya Perseroan Terbatas, kongsi, koperasi, yayasan,
dll).
Dalam pajak penghasilan individu/pribadi, ada istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dari namanya aja
berarti PTKP itu bagian dari penghasilan kita yang tidak dikenai pajak. Jadi pajak penghasilan yang ditanggung setiap individu bukan = tarif pajak (dalam persen) langsung
dikali total penghasilan. Bukan! Tapi dikurangi PTKP dulu baru dikali tarif
pajaknya (dalam persen). Maka dari itu PPh ini merupakan pajak yang sifatnya
subjektif, yaitu pajak yang dibebankan harus memperhatikan keadaan subjek
pajaknya. Biar adil gituu..
Peraturan mengenai besarnya PTKP bisa berubah
sewaktu-waktu karena menyesuaikan kondisi perekonomian. Peraturan besarnya PTKP
terakhir diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 yang
diberlakukan mulai 1 Januari 2013, sebagai berikut.
“Semenda” dalam konteks PPh dan perhitungan
PTKP tersebut adalah anggota keluarga yang muncul akibat perkawinan. Jadi misal
si A sama si C yang awalnya tidak ada hubungan keluarga sama sekali. Setelah A
kawin sama B eh si C statusnya jadi termasuk keluarga si A. Contohnya anak tiri
dan mertua.
Contoh menghitung PPh:
Pak
Tani punya penghasilan Rp 100 juta setahun (pajak penghasilan dibayar setahun
sekali, sehingga penghasilan yang dikenai pajak adalah penghasilan dalam
setahun). Pak Tani mempunyai istri dengan tanggungan 4 orang anak. Sehingga PTKP
yang dikenakan Pak Tani perhitungannya sebagai berikut.
Sehingga pendapatan Pak Tani yang dikenai pajak hanya
Rp 67.600.000 (Rp 100.000.000 – Rp 32.400.000). Sekarang pertanyaannya, berapa
persen tarif PPh yang dikenakan pada pendapatan Pak Tani yang sudah dipotong
PTKP tersebut? Acuannya adalah aturan dalam UU PPh Pasal 17 ayat (1) mengenai
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Sebagai berikut.
Tarif pajak PPh diatas merupakan tarif progresif,
yaitu tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan makin meningkatnya
dasar pengenaan pajak. Bagaimana penerapannya? Mari kita lanjutkan pembahasan
contoh Pak Tani tadi. Setelah dipotong PTKP, penghasilan Pak Tani yang dikenai pajak
jadi hanya Rp 67.600.000. Perhitungan PPh-nya:
Jadi, kalau ingin bayar pajak yang lebih sedikit, saya sarankan untuk segera menikah dan punya anak karena PTKP-nya juga bertambah, hahaha…
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Waktu saya masih kelas 1 SMA, masih polos-polos lugu
gitu, yang taunya pajak ya pajak aja, tapi pajak buat apa ga tau, apalagi beda
PPh sama PPN, ga ngerti. Saya mikir saat makan di KFC pada papan menunya kan harganya
tidak sesuai dengan yang dibayarkan tuh. Saya tau itu asalnya dari pajak PPN,
tapi gatau PPN itu pajak macam apa. Taunya pajak ya bayar sendiri-sendiri. Pikir
saya “ini restoran pinter juga yah, pajak yang harusnya ditanggung dia sendiri
malah kita yang bayarin”. Tapi karena sudah belajar saya jadi ngerti ternyata
pajak itu ga sembarangan, semua sudah ada aturannya. PPN terjadi saat
penyerahan barang atau jasa. Dan PPN tersebut memang ditanggung oleh konsumen.
Sedangkan produsen tugasnya memungut dan menyetorkan ke negara. PPN
dikenakannya secara proporsional (dalam persen). Sudah tahu kan berapa persen
PPN yang diterapkan? Betul! PPN yang diterapkan di Indonesia adala 10%. Sering
ketemu kan pas belanja di mall, belanja di swalayan, toko buku, makan di
restoran, pokoknya di banyak tempat perbelanjaan deh! Tapi ingat! PPN tidak
dikenakan pada barang-barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, dan hasil agrarian lainnya yang tidak diproses, serta jasa-jasa
yang tidak dikenai PPN sesuai ketentuan Pasal 4A Undang-Undang PPN. Makanya
kalau di pasar beli sayur, daging, telur, dan sebagainya tidak ditagih PPN.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM dikenakan bukan pada barang kebutuhan pokok,
namanya barang mewah berarti dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, khususnya
yang berpenghasilan tinggi, biasanya untuk menunjukkan status. Tarif paling
rendah PPnBM adalah 10% dan tarif paling tinggi adalah 200%, tergantung
pengelompokannya yang sudah diatur pemerintah.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Otomatis yang menjadi objek pajak PBB adalah
tanah (bumi) dan bangunan. Bangunan disini tidak hanya rumah atau gedung, tapi
juga jalan yang termasuk di kompleknya, jalan tol, kolam renang, pagar mewah,
taman mewah, dan fasilitas lain yang memberikan manfaat. Semua dikenakan PBB
kecuali tanah atau bangunan tersebut semata-mata untuk melayani kepentingan umum, termasuk
kuburan, peninggalan purbakala, hutan lindung, taman nasional, dan bangunan
perwakilan diplomatik. Tarif PBB adalah
0.5%.
Kalau di PPh atas nama individu/pribadi
kita mengenal adanya PTKP, maka di PBB ada yang namanya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Jadi nilai jual tanah atau bangunannya dikurangi
NJOPTKP dulu sebelum dihitung besar pengenaan pajaknya. Sesuai Peraturan
Menteri Keuangan terbaru PMK Nomor 23/PMK.03/2014. NJOPTKP maksimum adalah Rp 12
juta. Jadi tanah atau bangunan yang nilai jualnya diatas 12 juta dikurangi dulu
12 juta, hasilnya baru dijadikan angka untuk perhitungan pajak. Tapi kalau nilai
jualnya dibawah 12 juta, berarti tidak kena
pajak.
Contohnya, saya
punya tanah untuk perkebunan dimana nilai jualnya 500 juta, berarti nilai jual
yang dikenai pajak hanya 488 juta (500 juta – 12 juta).
Kalau PPh
individu/pribadi setelah dikurang PTKP kan langsung dikali tarif pajak, tapi pada
perhitungan PBB yang 488 juta tadi (disebut Nilai Jual Objek Pajak/NJOP untuk
Perhitungan Pajak) dikali lagi dengan persentase tertentu dari 488 juta
tersebut yang disebut Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Persentase NJKP yang ditetapkan sesuai
Peraturan Pemerintah:
- 40% dari NJOP untuk perhitungan pajak, yaitu : objek pajak perkebunan, objek pajak kehutanan, dan objek pajak lain yang nilai jualnya 1 miliar atau lebih.
- 20% dari NJOP untuk perhitungan pajak, yaitu : objek pajak pertambangan dan objek pajak lain yang nilai jualnya kurang dari 1 miliar.
Karena tanah saya tanah perkebunan, jadi yang dikenakan
tarif PBB hanya 40% dari 488 juta tadi (NJOP untuk perhitungan pajak) yaitu
sebesar Rp 195.200.000 (40% x Rp 488 juta). Sehingga PBB terutang yang saya tanggung
adalah Rp 976.000 (0.5% x Rp 195.200.000).
***
Semua macam pajak yang diuraikan diatas semuanya dipungut
pemerintah pusat. Khusus PBB, yang dipungut pemerintah pusat hanya selain PBB
pedesaan dan pekotaan. PBB pedesaan dan perkotaan dipungut pemerintah daerah dan perhitungannya sesuai peraturan daerah masing-masing.
Jadi sebenarnya tidak hanya negara yang punya pendapatan dari pajak, daerah
baik tingkat propinsi (tingkat I) maupun kabupaten/kota (tingkat II) juga punya
pendapatan untuk membiayai pengeluaran mereka dari pajak diluar 4 macam pajak diuraikan
diatas. Lebih lengkap, berikut macam pajak yang dipungut daerah:
- Pajak Propinsi meliputi : Pajak Kendaran Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
- Pajak Kabupaten/Kota meliputi : Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Golongan C, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Bagi individu yang udah punya NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak), tetap rajin membayar pajak yah! Karena pajak merupakan pemasukan negara
yang paling besar, yakni lebih dari 70%. Pemasukan negara ini (baik pajak
maupun bukan pajak) dipakai untuk pengeluaran negara seperti pembangunan
infrastruktur, subsidi, gaji PNS, dan lain-lain. Di Indonesia, pemasukan dan
pengeluaran Negara ini dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Jika pendapatan negara masih kurang untuk menutupi pengeluarannya, maka negara terpaksa ngutang nih! Makanya yang masih suka protes negara suka
ngutang, jangan lupa rajin bayar pajak yah! Yang masih suka koar-koar
infrastruktur jelek, situ rajin bayar pajak ga? Hihihihiii…
![]() |
| Ringkasan APBN 2014 (Sumber: Wikipedia) |





Nama saya adalah Cynthia Johnson. kita hipotek, pinjaman rumah, kredit mobil, pinjaman Hotel, tawaran komersial Umum Mr John Carlson, orang harus memperbarui semua situasi keuangan di dunia / perusahaan untuk membantu mereka yang terdaftar pemberi pinjaman uang pinjaman pribadi, kredit konstruksi, rendah suku bunga 2% dll kredit modal, pinjaman usaha dan pinjaman kredit buruk bekerja, Memulai. Kami membiayai proyek di tangan dan perusahaan Anda / mitra dan saya juga ingin menawarkan pinjaman pribadi untuk klien mereka. hubungi kami melalui e-mail untuk informasi lebih lanjut: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
BalasHapus